Bila kita cermati beberapa studi kasus marketing, sejak lama kontroversi telah banyak diperbincangkan sebagai salah satu cara dalam mencuri perhatian pasar. Banyak sekali contoh marketing ideas yang kontroversial atau mendekati kontroversial digunakan para pemasar dalam menarik perhatian dan membangkitkan words of mouth, menjadikan topik ini cukup menarik bagi kita yang belajar marketing. Words of mouth atau buzz adalah mesin dari new wave marketing yang bersifat horizontal marketing. New wave marketing adalah konsep marketing yang dipopulerkan oleh Guru marketing: Hermawan Kartajaya.
Pada bulan Februari tahun ini, Southwest Airlines (SWA) pernah memancing kontroversi saat menghias badan pesawat Boeing 737 nya dengan foto besar model majalah “Sports Illustrated” yang cukup ternama asal Brasil, Bar Rafaeli, yang mengenakan bikini. Tentu saja kontroversi langsung mencuat, perdebatan di berbagai media bermunculan, baik respon negatif, netral maupun respon positif. Menurut pengakuan public relation dari SWA, seperempat respon yang masuk adalah respon negatif. Langkah maskapai ini terbilang cukup unik, karena 19 bulan sebelumnya kontroversi bertema bikini juga menghiasi publikasi SWA. Waktu itu seorang Flight Attendant SWA sempat menolak seorang penumpang wanita yang mengenakan mini skirt, karena dianggap terlalu mini sehingga kurang pantas masuk dalam pesawat dari maskapai yang memposisikan diri sebagai “family airline”.
Di dunia entertainment, episode sebuah serial dengan penonton paling banyak biasa terjadi pada episode kontroversial. Episode yang mengakhiri riwayat serial drama televisi “Friends” mencatat rekor jumlah penonton sebanyak 52,5 juta penonton saat ditayangkan pada tahun 2004 (tertinggi dalam kurun waktu 6 tahun). Komik seri Superman dari DC Comics mencatat rekor penjualan pada seri berjudul “The Death of Superman” pada tahun 1992, yang menceritakan matinya sang jagoan.
Beberapa judul buku marketing yang populer pun tidak lepas dari kontroversi, seperti “The End of Marketing, As We Know It” dan “The End of Advertising, As We Know It”, keduanya karya Sergio Zyman. Judul senada juga menjadi karya pakar marketing dan branding, Al Ries dan Laura Ries, yaitu “The Fall of Advertising, the Rise of PR”.
Bagaimana dengan studi kasus marketing atau marketing ideas yang berkembang di Indonesia? Beberapa waktu yang lalu Bakrie Telecom, operator telekomunikasi berbasis teknologi CDMA, meluncurkan fitur atau layanan “esia Bispak”. Dengan fitur tersebut, pengguna esia dapat membandingkan tarif beberapa operator telekomunikasi berbasis teknologi GSM secara langsung melalui simulasi. Serangan frontal ke operator GSM ini tentu saja memicu kontroversi, belum lagi pemilihan nama “Bispak” yang juga mengandung kontroversi. Penggunaan inisial 5 operator GSM di simulasi esia tersebut pun menambah kontroversi. 5 huruf yang digunakan sebagai inisial tersebut berturut-turut adalah B, A, S, M, I. Salah satu operator GSM, yaitu XL, segera bereaksi dengan meluncurkan “Paket XL Harga CDMA”.
Yang tidak kalah serunya, adalah kalau kita belajar marketing melalui studi kasus marketing rencana produksi film layar lebar berjudul “Menculik Miyabi”. Kontroversi timbul saat ada rencana mendatangkan Miyabi, bintang film porno asal Jepang, ke Indonesia untuk ikut membintangi film tersebut. Beberapa elemen masyarakat terlibat dalam kontroversi yang seru, sampai akhirnya Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, memutuskan bahwa Miyabi tidak akan datang ke Indonesia. Padahal menurut beberapa sumber, naskahnya pun masih dalam proses pengerjaan oleh Raditya Dika, novelis yang mulai populer di tanah air. Coba bayangkan bagaimana serunya kontroversi yang terjadi kalau Miyabi jadi datang ke Indonesia dan syuting film “Menculik Miyabi”?
Publisitas negatif, tetaplah sebuah publisitas, dan sangat potensial dalam menarik perhatian dari publik. Pada beberapa studi kasus marketing, kontroversi cukup efektif dalam mendukung usaha pemasaran. Tetapi potensi backfire juga harus dipertimbangkan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Bagi kita yang belajar marketing, tampaknya sebelum memulai upaya marketing bergaya kontroversi, perlu pertimbangan segmen apa yang menjadi target market kita dan kontroversi yang dipicu akan paling besar menyinggung pada segmen pasar yang mana. Karena respon negatif dari kontroversi pada target market atau pelanggan kita bisa berpotensi pada keputusan pelanggan kita untuk tidak lagi menggunakan produk atau layanan kita. Hal tersebut terjadi pada beberapa pelanggan Southwest Airlines setelah “kontroversi bikini” seperti diceritakan di atas.
Tetapi, bagaimana menurut Anda, apakah betul potensi kontroversi dalam marketing layak untuk dipertimbangkan? Please share your marketing ideas di http://kopicoklat.com dan belajar bersama di blog marketing ini.
Pak Mario Teguh dalam sebuah edisi acaranya mengambil contoh jika dirinya bertanding tinju dengan Mike Tyson. Hasilnya sudah jelas, babak beluk tak karuan. Tp ada satu sisi yang bisa dimanfaatkan yaitu besarnya publisitas yang didapat. Publisitas dibalik kekalahan, menurut saya.
Di era yang sudah crowded ini, muncul sebagai yang unik bakal mudah mendapatkan perhatian dan ini berarti mendapatkan publisitas. Tp bukan tanpa kompensasi.
Nah, tinggal menghitung deviasi antara keuntungan yang didapat dengan kompensasi (negatif misalnya) yang juga didapat.
Hmm…. rumusnya apa ya ?
Great. Salah satu faktor pertimbangannya adalah trade off segmen yang menjadi target produk dan target kontroversi seperti diceritakan di posting tsb. Ada ide lain?
Maaf, nambah lagi. Saya juga teringat case sebuah majalah yang diluar sana terkenal dengan syurnya. Bahkan artis yang terpampang di cover edisi perdananya sempat dipanggil polisi.
Barangkali ini contoh kasus serupa juga.
Btw, thank’s for the link update @ http://wellyardhana.com
ketoke urusan dodolan gombal memang teknik miyabi pas bgt bro…boso+redaksi tulisanmu wae sing teknis markeeting bgt, tapi maksut isine yo ok bgt iso dipahamilah…. sing lunyu-lunyu karo jemek-jemek tetep wkwkwkwkw
Silakan dipraktekkan, ojo lali ngabari hasil-e yo… 🙂