Istilah brand berawal dari tanda yang dibuat menggunakan besi panas untuk menandai hewan ternak guna membedakannya dari hewan ternak milik orang lain. Brand kini berkembang, menunjukkan kepribadian sebuah produk, layanan atau organisasi. Tetapi masih seperti awal istilah brand yang digunakan untuk membedakan ternak, maka brand dalam marketing tetap dekat dengan fungsinya sebagai pembeda. Brand harus mampu menunjukkan diferensiasi. Brand juga harus mampu menjadi relevan dengan target pasarnya, karena dituntut mampu mewakili positioning di benak target pasarnya.
Brand yang kuat akan mampu menjadi mesin pertumbuhan sebuah organisasi. Dalam sebuah laporan pada tahun 2008, sebuah research agency Millward Brown Optimor, menyatakan brand value dari Coca Cola mencapai USD 58,2 miliar, tumbuh 17% dari tahun sebelumnya. Silakan coba hitung nilai tersebut ke dalam satuan rupiah. Pada waktu itu Coca Cola menempati posisi keempat di belakang Google, GE dan Microsoft.
Dua paragraf di atas mestinya cukup untuk sedikit menggambarkan bagaimana pentingnya brand dalam marketing. Lalu berapa biaya membangun sebuah brand? Pertanyaan ini muncul di benak setelah mendengar pernyataan dalam sebuah diskusi, “… brand sama dengan cost”. Tentu saja jawabannya bisa sangat bervariasi, tergantung kepada berbagai macam kondisi yang dipengaruhi lingkungan industri, target pasar sampai dengan strategic objective dan skala dari suatu produk, layanan atau organisasi. Hal tersebut juga tergantung bagaimana sudut pandang yang digunakan. Bisa saja sesederhana membayar beberapa ribu rupiah untuk memesan stempel di tukang stempel kaki lima atau membayar miliaran rupiah kepada konsultan branding untuk sebuah perusahaan berskala nasional.
Sebagai gambaran, berikut ini ada sebuah riset yang dirilis di graphicdesignblog.org pada tahun 2010. Riset tersebut mengungkap biaya yang dikeluarkan oleh beberapa perusahaan multinasional dalam proses rebranding. Lingkupnya bukan hanya dalam proses mengubah logo. Tetapi lingkup yang dimaksud lebih luas, termasuk di dalamnya proses komunikasi pemasaran yang dilakukan. Proses rebranding sangat memerlukan komunikasi pemasaran yang kuat karena biasanya merupakan desain ulang pada positioning atau diferensiasi. Dalam laporan tersebut, Pepsi dikatakan memerlukan sekitar 1 juta dolar dalam proses rebranding. BBC One menghabiskan 1,2 juta poundsterling, ANZ: 15 juta dolar, Accenture: 100 juta dolar. Biaya paling tinggi dicatatkan oleh BP (British Petroleum), yaitu sebesar 136 juta poundsterling.
Tetapi berapa pun biaya yang dikeluarkan, biaya tersebut adalah sebuah investasi jangka panjang. Brand adalah intangible asset. Membangun sebuah brand adalah sebuah proses yang berkelanjutan, yang tidak bisa dipisahkan dengan proses membangun keunggulan kompetitif. Komunikasi pemasaran yang hingar bingar dari sebuah brand tidak akan efektif dalam jangka panjang bila tidak ada usaha yang kontinu dalam mempertahankan dan mengembangkan diferensiasi dan inovasi untuk membangun keunggulan kompetitif. Awareness dari target pasar yang tinggi tidak akan berarti banyak bila diferensiasi dan relevansinya mulai tergerus, seperti studi kasus pemasaran: “Belajar dari Masalah Brand Nokia”.
Brand yang sangat dikenal bukanlah brand yang sehat apabila kualitasnya tidak mampu memenuhi tuntutan atau harapan dari target pasar, yang akan memberikan banyak masalah bagi organisasi. Brand yang benar-benar mewakili diferensiasi, relevansi dan kualitas akan mampu menjadi kepribadian dari produk, layanan atau organisasi. Tetapi komunikasi brand yang tidak diimbangi dengan kualitas yang dijanjikan akan hanya menjadi sebuah stempel yang mungkin saja dikenal tetapi tidak mempunyai nilai di mata target pasarnya. Brand bukanlah sekedar logo atau stempel. Itulah sebabnya Coca Cola mempunyai brand value yang luar biasa. Android, sebuah brand yang berusia muda, sering kita lihat tampil dalam berbagai bentuk dan warna. Walaupun logo Android tampil dalam berbagai bentuk, tetapi tidak mengurangi nilai brand tersebut di mata target pasarnya. Tetapi di sisi yang lain, TVRI sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia, tetapi mulai ditinggalkan oleh para pemirsa televisi.
Karena membangun brand adalah proses berkelanjutan yang tidak terpisahkan dalam proses membangun keunggulan kompetitif, maka selain sudut pandang finansial, banyak harga tersembunyi yang perlu kita perhatikan. Kurangnya menjaga kualitas, sebetulnya mempunyai konsekuensi harga yang harus ditanggung karena akan mengurangi nilai dari sebuah brand.
eksistensi sebuah ‘brand’ apabila dilihat dari sudut pandang kajian budaya. maka tidak akan bisa dipisahkan dari eksistensi sebuah ‘identitas’. lebih dari itu, identitas merupakan komoditas terpenting dalam hubungan sosial, baik itu secara komunikatif, politis, ekonomis dll. perlu dicermati juga bahwa identitas ini tidak bisa terbentuk dengan sendirinya. well , we may say identity is the essence of life, but how long it could be stand in life. mungkin dalam bahasa bisnis; identitas atau brand merupakan salah satu bentuk strategi pemasaran yang mendewakan differensiasi dan positioning (michael e.porter ya mas?) untuk ikut dalam kompetisi pasar. tapi identitas atau brand tidak berhenti sampai detik manapun, semenjak brand bukanlah entitas yang tetap melainkan entitas yang selalu berubah bentuk sesuai dengan perkembangan zamannya. brand juga harus di identifikasi dari siapa/apa/bagaimana/mengapa/kapan brand itu di produksi, di konsumsi, di representasi, dan diregulasi biar ketahuan kualitas brand itu sendiri. TVRI misalnya, brand tv nasional ini dulu sempat berjaya karena tidak ada kompetitor, akan tetapi sekarang tetap masuk dalam ranah kompetisi(meski kalah) dengan differensiasi dan positioning nya sendiri. kalo saya sih curiga kalo TVRI memang di bikin seperti itu biar informasinya jadi infotainment :).
anw,kalah atau menang dalam kompetisi pasar, yang terpenting adalah brand ini berkaitan langsung dengan “a matter of survival” dalam sebuah kompetisi. seperti nama seseorang yang dibawa sedari lahir sampai mati. amin.
http://www.sagepub.com/upm-data/13710_Chapter3.pdf
nb:mas stickernya?
Analisanya mantab, mas Irman. Setuju bgm brand juga hrs berevolusi utk bisa survive. Madonna atau Kylie Minogue bisa jd contoh bgm personal brand berevolusi utk mencoba bertahan di industri musik.