Kita di Indonesia mungkin lebih mengenal Toshiba sebagai brand dari beragam jenis perangkat elektronik rumah tangga, seperti TV, kulkas, mesin cuci atau bahkan rice cooker. Tetapi Toshiba yang telah berusia 142 tahun, sebenarnya adalah konglomerasi besar di Jepang, mulai dari bisnis perangkat elektronik konsumer sampai dengan reaktor nuklir. Saat ini jumlah karyawan Toshiba mencapai lebih dari 180.000 orang di berbagai negara.
Tetapi di awal tahun 2017 ini, kabar kurang mengenakkan bertubi-tubi menghantam Toshiba. Mulai dari anjloknya saham Toshiba setelah berita krugian bisnis nuklirnya di Amerika Serikat, penundaan laporan keuangan sampai bos Toshiba yang mengundurkan diri. Laporan keuangan ditunda sekitar 1 bulan, tetapi pada laporan sementaranya, ada indikasi kerugian yang mencapai 3,4 milyar dollar Amerika.
Toshiba tidak sendirian. Beberapa raksasa industri Jepang mulai tampak goyah beberapa tahun terakhir ini, seperti Sharp, Takata dan Mitsubishi. Pada bulan Oktober 2016, Nissan telah secara resmi mengambil alih kendali Mitsubishi Motors, dengan mengakuisisi USD 2,3 milyar saham.
Bagi banyak pihak, kejadian ini mungkin tidak mengagetkan. Toshiba sudah tidak mampu lagi mencatatkan laba sejak tahun 2013. Beberapa analis mengarahkan telunjuk kepada manajemen Toshiba yang menjadi penyebab kegagalan-kegagalan tersebut.
Tentu saja permasalahan Toshiba sebagai konglomerasi besar sangat kompleks, tetapi kita coba soroti dari satu aspek penting: manajemen inovasi.
Kalau kita mengunjungi toko elektronik, maka akan sulit menemukan lagi TV dengan brand Toshiba yang dulu pernah merajai pasar bersama brand Jepang lainnya: Panasonic dan Sony. Tetapi kini gerai produk elektronik sudah dikuasai brand TV dari Korea, khsusunya Korea Selatan: Samsung dan LG. Samsung telah mendominasi pasar TV dunia selama 10 tahun terakhir. Beberapa brand Jepang terpaksa mengambil kebijakan untuk fokus di pasar dalam negeri. Samsung dan LG memang duet brand Korea yang kini menguasai pasar elektronik, mulai dari TV, ponsel pintar, kulkas sampai mesin cuci.
Apa saja faktor yang bisa mempengaruhi brand Korea yang mulai mengalahkan brand dari Jepang yang telah lama mendominasi pasar mulai tahun 1970 – 1980-an?
Manajemen Inovasi
Korea telah menjelma menjadi kekuatan ekonomi penting dunia. Bloomberg menempatkan Korea sebagai ekonomi paling inovatif di dunia selama 3 tahun berturut-turut mengalahkan Jerman, Swedia dan Jepang.
Fokus Pelanggan
Pada tahun 2012, Presiden Direktur Panasonic, Kazuhiro Tsuga mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan Jepang mulai kehilangan pemahaman terhadap kebutuhan pelanggan dan pasar. Mereka terlalu percaya diri terhadap penguasaan teknologi.
Kelemahan inovasi Jepang saat ini disebutkan justru berasal dari kelebihannya, yaitu obsesinya terhadap tradisi monozukuri, atau seni memproduksi barang yang ekselen dan terus melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Suatu kekuatan tetapi mempunya titik lemah bila terjebak dalam fokus pada teknologi dan bukan lagi fokus menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi pelanggan.
Mungkin itulah sebabnya, Alex Osterwalder, dalam Business Model Canvas dalam mengeksplorasi business model yang tepat, terdapat satu pertanyaan penting pada bagian Value Prepositions. Pertanyaan tersebut adalah “Which one of our customer’s problem are we heloing to solve?”
Studi kasus marketing dalam industri TV antara Samsung dan Sony menarik bagi kita untuk belajar marketing dan manajemen. Samsung pada awalnya sering tertinggal dalam hal teknologi TV dengan Sony, baik saat mengenalkan LCD TV maupun LED TV. Tetapi Samsung berhasil memaksimalkan second mover advantage dengan strategi pemasaran yang tepat sehingga lebih diterima pasar. Walaupun Sony lebih dulu menggunakan teknologi LED yang membuat TV lebih ramping, tetapi Samsung lah yang mengenalkan istilah “LED TV” kepada pasar dan direspon sangat baik oleh pelanggan.
Cerita ini mengingatkan kita pada inovasi iPad yang cukup fenomenal dan kini PC Tablet menjadi tren gadget. Sebetulnya Microsoft lah yang terlebih dahulu menghasilkan inovasi PC Tablet. Tetapi Apple lah yang pertama kali berhasil melakukan komersialisasi PC Tablet dengan brand iPad.
Manajemen inovasi di dalam suatu organisasi merupakan kesisteman yang perlu dikelola secara komprehensif. Tahapan kunci inovasi melibatkan idea generation, idea development dan idea diffusion seperti gambar eksosistem inovasi yang merupakan hasil dari peneliatian yang saya lakukan beberapa tahun yang lalu. Komersialisasi adalah bagian dari tahap idea diffusion. Tahapan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam ekosistem inovasi, di mana pemahaman terhadap permasalahan atau kebutuhan pelanggan sangat penting.