Cinta adalah sesuatu yang suci. Kesucian yang ditunjukkan di dalam taman Eden sebelum kejatuhan manusia ke dalam dosa (Kej 2:25), dan digambarkan dalam kitab Kidung Agung. Semestinya tidak salah jika kesucian cinta dalam Kidung Agung direfleksikan juga dalam menyatakan hubungan antara manusia dan lingkungannya, antara manusia dan alam semesta. Ini adalah refleksi pribadi, yang penuh dengan keterbatasan dan kekurangan, dalam proses mempelajari Kidung Agung. Mohon maaf atas keterbatasan dan kekurangan yang ada.
Kisah cinta di dalam Kidung Agung ditafsirkan secara alegoris, menggambarkan kasih Allah kepada umat-Nya. Kasih Allah yang begitu agung telah dinyatakan di dalam diri Yesus Kristus yang mengorbankan diri-Nya bagi keselamatan manusia. Manusia pun mendapatkan perintah baru untuk saling mengasihi seperti Yesus Kristus telah mengasihi manusia (Yoh 13:34). Kasih kepada sesama manusia, dan semua makhluk (Mrk 16:15).
Ada pelajaran bagus dari kelompok atau gerakan yang membangun kedekatan dengan alam. Mereka sering menamakan dirinya dengan pecinta alam. Istilah tepat untuk menyatakan hubungan seharusnya antara manusia dan alam.
Kekudusan cinta dilukiskan dalam keindahan yang luar biasa pada Kidung Agung. Perasaan cinta diungkapkan dan dirasakan menggunakan semua indera. Beberapa ayat-ayat pembuka Kidung Agung sudah mampu membawa kita pada perasaan tersebut.
Kiranya ia mencium aku dengan kecupan! Karena cintamu lebih nikmat dari pada anggur, harum bau minyakmu, bagaikan minyak yang tercurah namamu, oleh sebab itu gadis-gadis cinta kepadamu!
Memang hitam aku, tetapi cantik, hai puteri-puteri Yerusalem, seperti kemah orang Kedar, seperti tirai-tirai orang Salma (Kid 1:2-3,5).
Semua indera, meliputi peraba, pengecap, pencium, pendengar dan penglihat turut merasakan sukacita. Cinta yang seutuhnya, total. Cinta seutuhnya yang alami dan natural, sehingga Kidung Agung banyak menggunakan elemen-elemen dari alam untuk menyampaikan keindahan cinta, seperti minyak, kayu, buah, anggur, bunga.
Cinta dari alam semesta kepada manusia juga bisa dirasakan oleh semua indera. Kelembutan rumput hijau bisa dirasakan, saat beristirahat di rerumputan dengan udara yang sejuk di bawah bayang-bayang pohon rindang. Pohon yang juga menyerap karbondioksida dari udara untuk menjalankan siklus alam untuk kembali menyediakan udara yang kita hirup untuk kelangsungan hidup. Keindahan pemandangan hijau dari sawah di tengah-tengah lebatnya pepohonan yang melingkupi tepiannya. Sawah yang akan memberikan nutrisi melalui kenikmatan makanan yang dihasilkan. Kicau burung, bisikan angin, irama gemericik aliran air sungai dan pemberitahuan datangnya musim kemarau oleh tonggeret berpadu untuk menyajikan harmoni yang indah. Cinta yang berasal dari providensi Ilahi kepada manusia dalam suatu kesisteman atau keteraturan.
Cinta yang seutuhnya dari alam semesta tidak bisa bertepuk sebelah tangan. Alam semesta memerlukan respon cinta yang sama dari manusia agar siklus penyediaan kebutuhan manusia juga mampu berjalan secara seimbang dan berkelanjutan. Udara yang sehat, air bersih, ketahanan pangan hanya mampu terjadi dalam siklus alam yang harus dilestarikan secara seimbang di tengah semua aktivitas manusia di bumi.
Cinta memang harus bersifat mutual, saling mengasihi (Kid 2:16). Seperti teladan Tuhan Yesus mengasihi manusia, maka demikian juga manusia harus saling mengasihi. Cinta yang berani berkorban seperti Yesus dan mampu menguasai diri (Kid 2:7).
Tanpa penguasaan diri, maka manusia akan terus menuntut cinta dari alam untuk memenuhi kebutuhannya. Terus melakukan eksploitasi alam untuk melayani keinginan yang sebesar-besarnya. Penambangan dilakukan secara maksimal tanpa memperhatikan dampak lingkungan. Limbah industri dibuang tanpa pengolahan semestinya ke sungai, melebihi kemampuan sungai dan alam untuk menampung dan mengurai limbah.
Relasi tanpa penguasaan diri akan membawa pada bencana. Alam tidak mampu lagi mencurahkan keindahan kasih yang bisa dirasakan semua indera manusia. Kelembutan hamparan rumput semakin langka, indera peraba hanya bisa merasakan kerasnya beton dan aspal. Indera pencium akan menghirup udara yang bercampur dengan berbagai polutan. Keindahan alam akan dipisahkan dengan indera penglihat oleh campuran asap dan kabut (smog) dari pembuangan hasil pembakaran dari industri dan kendaraan bermotor dalam jumlah yang tidak terkendali. Smog dapat berdampak serius pada gangguan kesehatan manusia dan makhluk hidup lain.
Gaya hidup yang berujung pada produksi sampah yang berlebihan, lalu dibuang tanpa pengelolaan yang memadai dan peran serta dari seluruh lapisan masyarakat, membuat alam kewalahan untuk menampung dan mengurainya. Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang bisa digunakan sebagai refleksi. TPST Bantar Gebang adalah tempat pembuangan sampah terbesar di Asia Tenggara. Total luas kawasan pembuangan sampahnya sudah mencapai 110,3 hektar. Akun Instagram Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pernah menyebutkan tinggi “gunung” sampah di Bantar Gebang setara dengan gedung 16 lantai atau setinggi 40 meter.
Kemampuan alam dalam menyediakan kebutuhan manusia akan terus berkurang. Siklus alami yang dijalankan tidak akan berjalan secara seimbang dan berkelanjutan. Bencana yang bisa dihindari hanya dengan respon balik, cinta dari manusia kepada alam.
Hidup tidak bisa lepas dari tantangan godaan dan gangguan. Demikian juga cinta kepada alam semesta. Oleh karena itu, Kidung Agung mengajarkan cinta yang murni, bebas dari gangguan. Cinta yang mendua tidak akan membawa manusia pada cinta yang sejati (Mat 6:24).
Tangkaplah bagi kami rubah-rubah itu, rubah-rubah yang kecil, yang merusak kebun-kebun anggur, kebun-kebun anggur kami yang sedang berbunga! (Kid 2:15).
Manusia tidak boleh membiarkan adanya gangguan dari keserakahan dalam cintanya kepada alam semesta. Keserakahan yang diberi makan akan terus tumbuh, dan mampu mengganggu keseimbangan alam, bahkan merusak alam yang menuntun kepada maut (Yak 1:15). Keserakahan bagai rubah dalam diri manusia.
Tetapi manusia mempunyai keterbatasan. Mengalahkan rubah-rubah itu tidak mudah. Manusia harus terus berjuang untuk mengalahkannya dan sangat memerlukan pertolongan dari Tuhan, dari waktu ke waktu.
Mari kita murnikan cinta kita agar mampu terus tumbuh, agar bisa terus menyatakan cinta yang seutuhnya kepada alam semesta, dengan pertolongan Tuhan. Mari mulai terus berusaha memperbaiki gaya hidup yang semakin menggambarkan kasih kita kepada alam. Agar semua makhluk terus mempersembahkan puji-pujian kepada Tuhan, sang pencipta dan penguasa alam semesta (Mzm 148:1-14), Cinta yang bertaut. Haleluya.
Temukan tulisan tentang pelajaran hidup lainnya di https://kopicoklat.com/category/life-lessons/