Berbicara tentang studi kasus pemasaran dalam industri ICT (Information & Communication Technology) akhir-akhir ini kita cenderung fokus pada Google, Apple, RIM, Microsoft atau social media seperti Facebook, Twitter atau bahkan Groupon. Beberapa contoh studi kasus pemasaran tersebut antara lain “7 Alasan Nokia Memilih Microsoft”, “Ada Apa Di Balik Proposal Google & Verizon?”, atau “Apa Kabar RIM, Sudahkah Anda Menerapkan Marketing 3.0?”
Amazon.com yang didirikan oleh Jeff Bezos tahun 1994 dan mulai tayang online pada tahun 1995 mulai sedikit jarang dibicarakan. Gaungnya kini kalah dengan adik-adiknya sesama internet companies, seperti Facebook, Twitter atau Groupon yang menguasai social media. Lalu apa yang menarik bila kita membicarakan Amazon? Salah satu yang bisa kita cermati adalah bagaimana mereka membangun sustainable competitive advantage untuk terus bisa bertahan di industrinya. Amazon termasuk satu dari sedikit perusahaan yang lahir dari era dotcom bubble yang terus mampu tumbuh dan bertahan sampai sekarang.
Dalam membangun sustainable competitive advantage, faktor yang penting adalah membentuk keunggulan yang berbasis pada kemampuan melakukan transformasi, terutama inovasi. Hal ini dibutuhkan karena lingkungan bisnis yang terus berubah. Apalagi trend menunjukkan perubahan lingkungan bisnis semakin tinggi intensitasnya. Philip Kotler pun berpendapat serupa dalam bukunya “Chaotics”, yang menggunakan istilah “The Age of Turbulence” untuk menggambarkan lingkungan bisnis yang terus berubah cepat. Dalam paparan selanjutnya kita akan melihat bagaimana Amazon terus berubah dan berinovasi dalam menyikapi perubahan lingkungan bisnisnya.
Amazon berawal dari toko buku online. Kemudian Amazon terus berkembang menjual berbagai macam consumer goods, terutama yang mudah untuk dikirimkakepada pelanggan. Kemudian pada bulan November 2000, Amazon berinovasi dengan menjadi broker buku bekas melalui layanan Amazon Market Place. Layanan ini secara langsung juga memposisikan Amazon menjadi pesaing langsung eBay. Revenue diperoleh dari komisi penjualan buku bekas dari mitra-mitranya.
Inovasi kemitraan Amazon juga terbilang sukses. 40% penjualan di Amazon berasal dari third party sellers atau yang biasa disebut Amazon Associates. Layanan utk Amazon Associates terus dikembangkan melalui aStore. aStore adalah layanan dalam program afiliasi yang membantu mitra Amazon untuk membuat toko online dengan mudah. Kini jumlah Amazon Associates mencapai lebih dari 1 juta member. Program afiliasi ini menjadi salah satu yang terbesar di dunia.
Amazon.com sangat dikenal dengan kemampuannya dalam mempelajari pola belanja para pelanggannya. Sehingga mereka bisa memberikan rekomendasi yang personalized kepada setiap pelanggannya. Bahkan kemudian melalui Project Genesis, Amazon melebarkan rekomendasi yang personalized tersebut bukan hanya utk pembeli, tetapi juga untuk penjual. Dari data history browsing pembeli, Amazon mampu memberi rekomendasi, tentang apa yang cocok dijual oleh third party sellers melalui Amazon.com. Trend cloud computing services juga tidak dilewatkan oleh Amazon dengan mengembangkan Amazon Web Services (AWS).
Inovasi berikutnya dari Amazon yang cukup menyita perhatian adalah Kindle. Kindle adalah sebuah portable e-book reader. Layanan Kindle merupakan ekosistem piranti lunak, perangkat keras dan network platform yang terhubung ke Amazon.com. Konektivitas ke internet disediakan agar pengguna lebih mudah membeli dan kemudian membaca buku, majalah, surat kabar dan media digital lainnya, terutama dari Amazon. Ekosistem ini mirip dengan yang dikembangkan oleh Apple pada iPod dan iTunes untuk kategori musik digital.
Kindle yang pertama kali dirilis bulan November 2007 dengan harga $ 399 dan stok pertamanya terjual habis hanya dalam waktu 5,5 jam. Keberhasilan ini diteruskan dengan meluncurkan versi-versi pengembangan dari Kindle. Tetapi kemudian Kindle terancam oleh popularitas tablet PC akhir-akhir ini. Tablet PC bukan sekedar portable e-book reader, tetapi sudah merupakan komputer lengkap dalam bentuk tablet yang mempunyai fungsi jauh lebih lengkap daripada Kindle. Siapa lagi kalau bukan dimulai oleh Apple dengan iPad dengan ekosistem App Store nya. Apple mengembangkan iPad yang menguasai 90% market share tablet PC dan menggerus pasar Kindle dan juga pasar netbook. Era tablet PC semakin kuat saat berkembangnya berbagai tablet PC yang menggunakan sistem operasi Google Android dengan ekosistem Android Market-nya.
Menghadapi kondisi ini bagaimana reaksi Amazon? Pada bulan Maret 2011, Amazon meluncurkan Amazon Android Appstore! Inovasi yang berani, menantang Google di kandang Google sendiri. Apa yang bisa menjadi keunggulan Amazon dibandingkan Android Market yang menjual dan mendistribusikan berbagai konten dan aplikasi berbasis Google Android? Pertama, tentu saja kemampuan Amazon dalam membuat rekomendasi yang personal bagi pelanggannya. Rekomendasi personal sampai saat ini belum tampak di Android Market. Kedua, pengalaman bertahun-tahun Amazon dalam mengelola e-commerce pasti akan mempengaruhi keberhasilannya dalam mengelola pasar konten dan aplikasi.
Masuknya Amazon dalam pasar konten dan aplikasi Android tersebut akan membuka lebar peluang pada inovasi berikutnya. Tidak menutup kemungkinan, Kindle juga akan bertransformasi dari e-book reader menjadi tablet PC. Inovasi yg berani sekaligus masuk akal, karena setelah Kindle diancam popularitas tablet PC, saatnya transformasi menajdi tablet PC juga. Dan sistem operasi Android menjadi pilihan yang masuk akal. Dalam tekanan, Amazon bisa mengubah ancaman yang datang menjadi peluang. Sejalan dengan salah satu prinsip Jeff Bezos mengenai inovasi: “One of the only ways to get out of a tight box is to invent your way out”
Apakah Amazon Android Appstore akan berhasil dan bahkan mengalahkan Google Android Market? Apakah Kindle akan bertransformasi menjadi tablet PC? Please share with us @ http://kopicoklat.com dan bersama belajar marketing melalui studi kasus marketing atau studi kasus pemasaran Indonesia dan internasional.